Bambang membangunkan kami,
cukuplah rehat terdidur 30 menit, badan sudah segar kembali siap dorong
mendorong sepeda lagi seperti hari2 kemarin.
Tak berapa lama hutan-hutan dan
bukit kulalui lagi, apa ini yang mungkin disebut Cemara Sewu pikirku karena
disini banyak pohon cemara (namun dalam hatiku aku menyebutnya pohon pinus),
karena tak tergambar di petaku yang tinta merah itu, atau mungkin tidak
tercantum dalam peta mata pelajaran ilmu bumi klas 5 SR. Sambil mendorong
sepeda yang sudah tidak terlalu membebani, kudendangkan lagu anak-anak.
Naik..naik
kepuncak gunung...tinggi tinggi sekali
Disana sini
terlihat banyak pohon cemaraaaaa...dst
Lagu membuat kami bersemangat,
menambah keceriaan kami bertiga, rasa lelah sudah gak terasa lagi, dan jalan
semakin cepat saja karena jalan sudah agak menurun, rasanya senja segera tiba
maka kami bertiga semakin mempercepat dan memperlebar langkah.
Tepat jam 18.00 kami bertiga
sampai di Tawangmangu. Hatiku semakin lega karena tidak mendengar lagi teriakan
Bambang sebagai penantang Penunggu Gunung Lawu untuk diajak berduel, dalam
hatiku juga tersenyum bagaimana bisa terjadi antara dia dengan sesuatu yang
tidak nampak, tetapi aku tidak berani tersenyum di saat temanku menantang
sambil berteriak-teriak. Kubuang perasaan ini jauh2 yang penting sudah tidak
kedengaran lagi tantangan itu. Juga aku sudah tidak ingat lagi dengan puncak
gunung hitam pekat yang membuat aku patah semangat itu pagi tadi. Yang ada
hanya semangat ber-kobar2 pantang menyerah, semangat 45 dan semangat merebut
Irian Barat yang dikobarkan oleh BK. Jarak 14 Km ditempuh dalam waktu 10 jam,
betapa lamanya, itu kalau ditarik lurus tanpa zig zag berarti kami bertiga
berjalan 56 km. Kemudian kami datang dirumah Bapak Kamituwo Tawangmangu agar
diijinkan bermalam. Yang ada hanya Ibu Kamituwo Tawangmangu, kutunjukkan KTP
dan Surat Jalanku. Ibu Kamituwo yang memberikan ijin bermalam. Beberapa saat
kemudian kami minta ijin mandi di bawah air terjun Tawangmangu yang belum
pernah aku lihat, hanya mendengar dari lagunya.
Kami bertiga
turun kebawah menuju air terjun, tanpa penerangan karena jalan masih nampak,
kala itu masih banyak batu-batu besar, di depan jatuhnya air terjun terdapat
pohon besar. Air Terjun Tawangmangu sungguh indah, aku membayangkan bagaimana
keindahan itu bila aku datang disiang hari, tentu lebih indah. Kami bertiga
menikmati keindahan air terjun dikeheningan malam, dengan disinari oleh
bintang2. Hanya kami bertiga di terjunan air yang sedemikian luasnya.
Sebenarnya ingin kudendangkan lagu Kroncong Tawangmangu Indah, tetapi karena
suara air terjun itu gemuruh sekali kuurungkan niatku. Di bawah pohon besar (pohon
kluwak?) itu nasi ditanak, waktu itu malam Jumat. ...besuk kita sambung lagi ya