Selasa, 23 April 2013

Nyawa sahabatku terselamatkan 2

Nyawa sahabatku terselamatkan 2

kompor, kaleng minyak tanah, panci untuk menanak nasi dan peralatan perbaikan bilamana ada kerusakan sepeda. Bibit sepedamu yang slebor dibagian belakang berwarna putih bertuliskan REMEMBER, tetapi karena terdapat sekrup yang yang menghalangi tulisannya sehingga terbaca REM EMBER, harus dipasangi boncengan, dibebani sambel pecel, lauk pauk dan beras untuk keperluan 7 hari. Aku akan mengurus surat jalan untuk keperluan bermalam di setiap kantor desa yang kita tumpangi bermalam. Setuju?”. Maklum dulu truk besar biasanya ditulisi awas REM ANGIN, jadi tulisan REM EMBER terasa sangat janggal, padahal seharusnya dibaca Remember. Dia selalu ingat akan pacarnya.
Bibit segera menjawab dengan mengepalkan tangannya: ‘Setuju, kita bertiga berangkat! Ayo kita periksa sepeda masing-masing apakah bisa dinaiki sampai tujuan dan pulang dengan selamat.”
Masing-masing memeriksa fungsi keamanan sepeda, rem, dinamo sebagai lampu penerangan dimalam hari. Maklum pada saat itu mengendarai sepeda dimalam hari walau terang bulan tetap harus menggunakan lampu kalau tidak bisa ditangkap polisi karena dianggap pelanggaran lalu lintas di jalan raya. Kala itu jumlah kendaraan masih jarang, selain kendaraan bermotor, sepeda termasuk kendaraan yang harus mematuhi tata tertib lalu lintas, dan dikenakan pajak kendaraan berupa peneng tanda pajak lunas. Jangan coba-coba ditangkap polisi kemudian menawarkan damai bisa celaka kita. Setelah selesai memeriksa sepeda masing-masing dan dinyatakan layak jalan kemudian aku dan Bibit pulang ke Tulungagung dengan rencana masing-masing. Kala itu kendaraan tidak seramai sekarang, jalan masih agak lengang sehingga perjalanan jauh dengan sepeda memungkinkan.
Hari Senin sehari sebelum keberangkatan, jam 9.00 aku datang ke Kelurahan Karangwaru Tulungagung mengurus KTP yang masih lipat 3 itu dan Surat Keterangan bepergian ke Borobudur walau pada saat itu keadaan aman. Pak Carik Desa Karangwaru Tulungagung membuatkan KTP dan surat jalan, kemudian ditanda tangani pak Lurah Sarjuri, selesai dalam hitungan menit bukan jam atau hari seperti sekarang. Gratis lagi, karena Pak Lurah kala itu sudah dapat Sawah Bengkok barangkali.
Setelah selesai urusan surat jalan dan KTP aku pulang mempersiapkan apa-apa yang kubawa secara diam-diam, tidak berani mengutarakan kepada orang tuaku karena pasti tidak diijinkan juga tidak berani minta uang saku, ayah pasti curiga, ini juga dialami Bibit yang juga tidak pamit orang tuanya. Senin malam aku cuma berpamitan bapak kalau aku ke tempat Bambang dan bermalam disana. Ketika aku datang jam 20.00 ternyata Bibit sudah ada disana dengan suka cita menyambut kedatanganku bak orang yang datang dari medan laga. Maklum Bibit memiliki tinggi badan kurang dari 160 cm tetapi......besuk kulanjutkan





1 komentar:

  1. Jadi peristiwa 50 tahun lalu sungguh asyik untuk dikenang. Apakah anda juga demikian

    BalasHapus