pendopo kelurahan,
sebelum tidur kaki kuolesi dengan parem kucampuri air biar agak hangat, untuk
menghilangkan pegal-pegal
Kamis 14 November 1963 hari ke 3. Bangun tidur
jam 5 pagi seperti biasanya Bambang menanak nasi, sementara aku bergantian
mandi. Selesai mandi aku kehalaman depan Kelurahan Sarangan yang pada saat itu cuaca
cerah sekali. Aku melihat puncak Lawu yang begitu kelabu, tinggi seperti tidak
mau kudaki. Patah semangatku melihat gunung setinggi itu yang harus kudaki
dengan mendorong sepeda seperti hari kemarin. Aku ingat orang tuaku yang tidak
kupamiti, aku merasa bersalah. Aku tulis surat minta maaf karena aku tidak
pamit. Semangatku pudar ketika kulihat puncak gunung begitu tinggi hitam pekat,
membuat nyaliku semakin kecil. Aku ingat hari kemarin mulai dari Magetan sampai
Telaga Sarangan berjalan sambil mendorong sepeda yang sangat melelahkan,
menguras tenaga. Aku beritahu Bambang dan Bibit kalau aku tidak kuat meneruskan
perjalanan.
Bambang kemudian berkata:”Kar aku
tidak tidak bisa menerima apapun alasanmu, karena kita pergi bersama pulang
harus bersama.” Setelah itu Bambang menoleh kearah Bibit, kemudian berkata:
“Bibit kita terus atau tidak?” Bibit dengan tegas dan bersemangat menjawab:
“Jalan terus Mas Bambang, tidak ada kata berhenti, sikap lamban berarti mati.”
Kemudian Bambang menoleh padaku dan berkata:” Kar kamu boleh pulang tetapi
uang sangu berikan kepada kita berdua.” Pikirku aku kalah karena dua lawan
satu, itulah persahatan aku harus mengalah pada keputusan yang terbanyak,
tetapi aku belum mengiyakan. Ketika aku berjalan menuju Ngerong untuk mengeposkan
surat setelah berjalan kira-kira 200 meter timbul pertanyaanku apa nanti aku
kuat berjalan seperti kemarin kembali ke Telaga Sarangan menemui mereka? Aku
urungkan niatku mengeposkan surat, timbul tekadku yang pantang menyerah
lagi. Aku berkata pada diriku sendiri: “Aku harus bisa mendaki Gunung Lawu itu,
tetapi aku tidak akan mendongak keatas melihat puncak itu lagi, untuk bisa
menipu diriku sendiri.”
Aku kembali ke tempat mereka berdua berkemas melanjutkan perjalanan dan aku
berkata: “ Aku tidak jadi pulang kita lanjutkan perjalanan.” Mereka menyambut
keputusanku dengan gembira, berarti kita bertiga lagi.
Tepat jam 8.00 setelah sarapan kita bertiga mulai
meneruskan berjalan kaki sambil mendorong sepeda kearah Tawangmangu. Sambil
mendorong sepeda aku tidak pernah mendongak keatas takut patah semangat lagi.
Aku hanya melihat kebawah kemana jalan menuju arah samping kiri dan kanan.
Sambil sesekali menoleh kebelakang melihat tingginya arah yang sudah kudaki.
Tetap tidak mau mendongak...besuk diteruskan ya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar