Selasa, 23 April 2013

Nyawa sahabatku terselamatkan 7

pendopo kelurahan, sebelum tidur kaki kuolesi dengan parem kucampuri air biar agak hangat, untuk menghilangkan pegal-pegal
Kamis 14 November 1963 hari ke 3. Bangun tidur jam 5 pagi seperti biasanya Bambang menanak nasi, sementara aku bergantian mandi. Selesai mandi aku kehalaman depan Kelurahan Sarangan yang pada saat itu cuaca cerah sekali. Aku melihat puncak Lawu yang begitu kelabu, tinggi seperti tidak mau kudaki. Patah semangatku melihat gunung setinggi itu yang harus kudaki dengan mendorong sepeda seperti hari kemarin. Aku ingat orang tuaku yang tidak kupamiti, aku merasa bersalah. Aku tulis surat minta maaf karena aku tidak pamit. Semangatku pudar ketika kulihat puncak gunung begitu tinggi hitam pekat, membuat nyaliku semakin kecil. Aku ingat hari kemarin mulai dari Magetan sampai Telaga Sarangan berjalan sambil mendorong sepeda yang sangat melelahkan, menguras tenaga. Aku beritahu Bambang dan Bibit kalau aku tidak kuat meneruskan perjalanan.
Bambang kemudian berkata:”Kar aku tidak tidak bisa menerima apapun alasanmu, karena kita pergi bersama pulang harus bersama.” Setelah itu Bambang menoleh kearah Bibit, kemudian berkata: “Bibit kita terus atau tidak?” Bibit dengan tegas dan bersemangat menjawab: “Jalan terus Mas Bambang, tidak ada kata berhenti, sikap lamban berarti mati.”
Kemudian Bambang menoleh padaku dan berkata:” Kar kamu boleh pulang tetapi uang sangu berikan kepada kita berdua.” Pikirku aku kalah karena dua lawan satu, itulah persahatan aku harus mengalah pada keputusan yang terbanyak, tetapi aku belum mengiyakan. Ketika aku berjalan menuju Ngerong untuk mengeposkan surat setelah berjalan kira-kira 200 meter timbul pertanyaanku apa nanti aku kuat berjalan seperti kemarin kembali ke Telaga Sarangan menemui mereka? Aku urungkan niatku  mengeposkan surat, timbul tekadku yang pantang menyerah lagi. Aku berkata pada diriku sendiri: “Aku harus bisa mendaki Gunung Lawu itu, tetapi aku tidak akan mendongak keatas melihat puncak itu lagi, untuk bisa menipu diriku sendiri.”
Aku kembali ke tempat mereka berdua berkemas melanjutkan perjalanan dan aku berkata: “ Aku tidak jadi pulang kita lanjutkan perjalanan.” Mereka menyambut keputusanku dengan gembira, berarti kita bertiga lagi.
Tepat jam 8.00 setelah sarapan kita bertiga mulai meneruskan berjalan kaki sambil mendorong sepeda kearah Tawangmangu. Sambil mendorong sepeda aku tidak pernah mendongak keatas takut patah semangat lagi. Aku hanya melihat kebawah kemana jalan menuju arah samping kiri dan kanan. Sambil sesekali menoleh kebelakang melihat tingginya arah yang sudah kudaki. Tetap tidak mau mendongak...besuk diteruskan ya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar