tidak kedinginan. Suara serangga
(gareng) ngeek-ngeek semakin nyaring saja, tidak ada hentinya saling
bersaut-sautan membuat suasana hutan semakin gaduh oleh suaranya. Bukan main
dinginnya. Dalam hatiku juga agak heran kenapa kabut itu tidak bergerak padahal
biasanya kabut cepat meninggalkan tempatnya tersapu angin. Setiap tersapu kabut
Bambang selalu menantang-nantang Penunggu Gunung Lawu sambil berdiri di bibir
jurang. Kabut sering menutupi kami bertiga seperti tidak mau tersapu angin,
tetapi kami pantang menyerah, disini aku mulai merasakan keanehan. Mudah2an
kabut yang berwarna kuning tidak datang menyelimuti kita, yang konon mematikan
karena mengandung racun, tetapi aku tidak mau mengatakannya, hanya aku berdoa
akan keselamatan kami bertiga. Aku heran dengan tenagaku yang semakin menjadi
luar biasa kuatnya, karena untuk naik dengan mendorong sepeda ini harus
ditempuh dengan cara menggergaji (zig zak) jalan tanpa rasa lelah. Jadi kalau
jarak 10 meter dengan zig zag sama dengan menempuh jarak 40 meter. Sesekali
kuhibur temanku diwaktu jalan turun kakiku berjalan ditebing, tangan kiri
memegang sepeda pada stang kiri, sementara tangan kanan mendorong bayangan
(besi yang membedakan sepeda laki dan perempuan) sambil ngerem jadi nampaknya
seperti berjalan miring 45 drajad, Bibitpun mengikuti adegan ini dengan tertawa
terbahak-bahak sehingga membuat suasana semakin ceria; sewaktu jalan turunpun
kami bertiga tidak berani menaiki sepeda karena terlalu curam dan tidak
beraspal, batu makadam yang disusun rapi. Kalau dipaksakan naik sepeda kita bisa
terjungkal atau garpu bisa patah, malah merepotkan kami. Jalan naik turun ini
tidak bisa terhitung banyaknya, dan selama perjalanan ini tidak pernah kulihat
kendaraan yang melewati dan berpapasan dengan kita. Jadi tidak pernah bertemu
dengan satupun manusia kecuali kita bertiga. Aku berteriak:” Jalan ini memang
diperuntukan bagi kita, jalan ini milik kita, tak seorang pun melintas dari
tadi.” Mereka mengangguk tanda setuju, sambil tetap mendorong secara Zig Zag
bila jalan naik dan sambil mengerem bila jalanan turun.
Kira2 jam 16.00
kami istirahat sejenak melepaskah lelah dalam suasana terang tanpa kabut ini
kugunakan lagi untuk mengenang keindahan Telaga Sarangan dengan kusenandungkan
lagi sambil bersandar dibatu besar, untuk mendengar lagu tersebut klip pada
http, geser ke kanan klik kanan pilih open link, maaf tanpa masik kerena kala
itu tak bawa gitar, anda akan heran : http://youtu.be/cfEEM1YcJuk
belum semenit kudendangkan lagu ini Bibit sudah terdidur pulas, sedang sebelum
lagu kuulangi akupun terlena karena lelah, sementara aku tidak tahu apa yang
dilakukan Bambang yang tidak pernah tidur diwaktu rehat, biasanya utak utik
sepedanya. Kira-kira jam 16.30sampai ketemu besuk ya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar