kita jadi lemas tidak
memiliki tenaga sama sekali.”. Benar apa yang dikatakan Bambang tersebut,
karena kita bertiga sudah mulai tertidur. Kudengar Bibit sudah mendengkur
karena tidak kuat menahan kantuknya.
Bibit segera memegang sepedanya
siap mendorong, aku mengikuti dari belakang agak lesu, karena tadi mataku
hampir terpejam. Sekarang jalanan menanjak tinggi sekali, mendaki Gunung Lawu.
Bambang dan Bibit mendorong sepeda ke arah Sarangan dengan cara menggergaji
jalan mungkin disebut Zig Zag, aku naik sedikit demi sedikit, ini yang
membuat aku kehabisan tenaga. Jarak Ngerong ke Sarangan yang hanya 5 Km
kutempuh dalam waktu hampir 2 jam, cukup menguras tenaga. Jam 6.00 sore kami
bertiga tiba di Sarangan kemudian bermalam di rumah Pak Lurah Sarangan. Habis
sudah tenagaku, sampai-sampai aku duduk terjatuh tidak kuat menahan lelah dan
kantuk, kesalahanku tidak mendaki secara menggergaji, berjalan sambil mendorong
sepeda seperti yang dilakukan mereka berdua yang aku kira mengbuang-buang waktu
dan tenaga, ternyata perkiraanku salah.
Seperti biasanya kegiatan
selanjutnya mandi dan menanak nasi untuk makan malam dilakukan oleh Bambang.
Aku dan Bibit bergantian mandi untuk mendinginkan tubuh yang panas sekali
seperti terbakar. Air sedingin itu membuat tubuhku segar lagi, juga yang
dialami Bibit. Dia tampak ceria, rasa lelah sudah tidak ada lagi. Setelah
selesai mandi kemudian kami bertiga makan malam dengan lahapnya, nasi hangat,
minum teh hangat manis di kedingingan Sarangan sungguh nikmat. Selesai makan
malam kami bertiga jalan-jalan mengitari telaga, menikmati pemandangan, sambil
kudendangkan lagu langgam Telaga Sarangan kesukaanku, maklum lagu2 populair
masih belum banyak.
Teduh sunyi damai tenang Telaga Sarangan
Indah bukan buatan........dst
Telaga Sarangan
sungguh indah walau yang melihat cuma kami bertiga dikeheningan malam dengan
penerangan sinar2 bintang. Maklum kami menikmati keindahan telaga diwaktu
malam, jadi ya hanya kami bertiga saja. Kami duduk dipinggiran telaga, sesekali
membayangkan betapa dalamnya telaga ini, dengan melempar batu kearah telaga.
Setelah dianggap cukup, hampir 90 menit kami mengitari telaga sambil bercanda
yang menyegarkan jam 21.00 kami kembali ke tempat Pak Lurah Sarangan untuk
melepaskan lelah. Betapa cepatnya kami bertiga tertidur walau diatas tikar yang
dihamparkan di lantai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar