Selasa, 23 April 2013

Nyawa sahabatku terselamatkan 1




Nyawa sahabatku terselamatkan 1
Latar belakang penulisan cerita. Cerita ini sesungguhnya tidak ingin kutulis kembali setelah hampir 40 tahun (saat itu tahun 2004) terpendam dalam benakku, kalau saja sahabatku sejak SMP Taman Dewasa tahun 1959 sampai dengan kelas tiga SMA Gayatri Tulungagung 1965, Drs Joko Widodo yang sekarang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak Surabaya dan Wahyuningsih yang sekarang tinggal di Madiun memintaku untuk bercerita kembali tentang kisah perjalananku. Permintaan menulis tersebut mereka utarakan melalui SMS setelah mereka minta aku menceritakan kembali pengalaman perjalananku bersepeda dari Tulungagung ke Borobudur 40 tahun silam. Aku berjanji menulis tetapi aku harus ketemu dengan sahabatku Bambang Wibisono setelah hampir 36 tahun tidak bertemu. Tanggal 16 November 2004 lalu ketika teman-teman mengadakan Reuni angkatan ‘65 s/d ‘69 SMA Gayatri Tulungagung ditempat adik kelasku Dra. Winarni di desa Sembung, Tulungagung, aku bisa bertemu lagi dengan Bambang Wibisono setelah sebelumnya sering kirim SMS. Bambang kutanyai tentang manusia misterius yang menolongnya. Aku bermalam di Hotel Wijaya sehingga lama sekali ngobrol kisah itu sampai larut malam, sebelum datang ke reuni tersebut.
Tulisan ini berarti menggali kembali daya ingatku berdasarkan tulisan di buku harian yang sudah hilang ketika kutinggalkan kuliah di Malang tahun 1965, buku itu memuat masa remajaku sejak aku di SMA.
Sebut saja namaku Karmani, sekarang Karmani Soekarto  profesiku sebagai pensiunan Karyawan Minyak dan Gas Bumi Swasta, Bambang Wibisono sekarang sebagai pensiunan Marinir dan Bibit Haryono, beliau wafat kisaran 2001. Tahun 1965 kami bertiga kuliah di Universitas Brawijaya Malang, aku di Fakultas Ketataniagaan Ketatanegaraan sekarang Fakultas Ilmu Administrasi, Bambang Wibisono dan Bibit Haryono kedua-duanya di Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat sekarang Fakultas Hukum, namun tidak menyelesaikan kuliahnya, karena pada saat itu gelombang demontrasi mahasiswa terjadi tiada hentinya di Malang, Surabaya juga di Jakarta, belum lagi bentrok antar mahasiswa karena perbedaan latar belakang ideologi, seperti keadaan setelah tumbangnya Orde Baru, hanya bedanya dulu yang tumbang Orde Lama. Akhirnya Bambang memilih masuk KKO sekarang Marinir, Bibit memilih berwiraswasta, sementara aku tetap kuliah sampai selesai walau terputus-putus masanya, aku menyelesaikan S1 thn 1978 setelah aku keluar bekerja dari perusahaan Minyak dan Gas Bumi Swasta asing di Kaltim sedang S2 kuselesaikan tahun 2001 sebelum aku pensiun dari perusahaan tersebut, tentunya setelah aku selesai S1 kemudian bisa kembali ke perusahaan tersebut. Sekarang aku sebagai Tax Consultant di perusahaan Drilling dan Work Over Services company.
Tulisan ini akan kami sajikan tiap pagi agar Bapak2 dan Ibu2 tidak bosan menbacanya, dan bisa dicritakan kepada cucu sebagai pengantar tidur..

Awal Kisah. Kala itu tahun 1963 ketika aku duduk di kelas dua SMA Gayatri, Tulungagung mendapat liburan Ganefo ( Games of the New Emerging Forces) selama dua minggu (10 November 1963 – 24 November 1963). Aku selalu bertiga di dalam kelas maupun di luar kelas sebagai teman akrab yang ketika itu kami bertiga masih berumur kisaran 17 tahun; walau akrab aku tidak duduk sebangku. Hari minggu 10 November 1963 aku mengajak Bibit untuk menjenguk Bambang di desa Kalangbret Tulungagung, kulihat dia sedang membetulkan sepeda perempuan yang setiap hari dipakai ke sekolah yang jaraknya kira-kira hampir 10 km. Ternyata dia bisa menyetel rantai dan jeruji seperti pekerjaan yang dilakukan pekerja bengkel sepeda didekat rumahku. Sehingga aku punya gagasan spontan untuk mengisi liburan Ganefo 1963.
Aku nyeletuk secara tiba-tiba:“ Bagaimana kalau kita bertiga mengadakan perjalanan bersepeda ke Borobudur melewati jalur selatan Sarangan, Tawangmangu, pulangnya melewati jalur utara Solo, Ngawi, Madiun?”
Kami bertiga merupakan sahabat yang selalu bersaing dalam persahabatan yang tidak mempunyai tujuan untuk merusak, namun disatu sisi kami selalu mendukung satu sama lain.
Kami bertiga saling berpandangan penuh ragu, ingin tahu isi hati lawan bicara. Mampukah sejauh itu bersepeda? Kami semua diam seribu bahasa, tak bersuara, sunyi. Bambang meletakkan obeng dan kunci yang dia pakai untuk membetulkan sepedanya sambil memandang aku dan Bibit bergantian. Selang beberama lama kami bertiga berteriak tanda setuju dengan mengepalkan tangan, dengan gembira sekali tanpa menghitung resiko, maklum kami bertiga masih baru berumur kisaran 17 tahun. Mungkin remaja sekarang heran umur 17 baru duduk di kelas dua SMA, maklum dulu masuk sekolah dasar harus berumur 7 tahun setelah bisa memegang telinganya sendiri dengan melingkarkan tangan di kepala.
Tiba-tiba Bambang berteriak: “Selasa lusa kita bertiga berangkat, kita akan bermalam di sembarang kantor kepala desa saat senja tiba, yang penting kita bertiga bisa tidur”
Bibit yang sedari tadi diam baru angkat bicara: ‘Kita bermalam di kantor kepala desa yang kita singgahi, tetapi jangan membuat repot pak lurah nggak enak rasanya, itu yang harus kita pikirkan.”  Bibit berpikiran lebih bijak, jangan sampai orang yang kita singgahi direpotkan karena menerima kedatangan kita.
Aku mengangguk tanda setuju, seraya membagi tugas: “ Sepedaku yang ada boncengannya akan dibebani Ransel berisi pakaian kita bertiga, mBang sepedamu yang juga memiliki boncengan dibebani...bersambung esuk hari

1 komentar: